Sesaji Ini Bikin Orang Jadi Kaya dengan Mudah
Sebagian masyarakat meyakini bahwa dengan menyediakan sesaji khusus saat menjalankan ritual, hal itu akan memudahkan mewujudkan harapannya.
Di tulisan sebelumnya telah dibahas beberapa jenis makanan yang dijadikan sebagai sesaji khusus untuk ritual. Ada nasi liwet untuk ritual di makqm Manang. Lalu bubur bekatul di makam Pangeran Wuragil, serta kerupuk intip dan legondo, yang disyaratkan untuk pelaku ritual di makam Ki Ageng Perwito. Selanjutnya masih ada beberapa jenis sesaji lain. Yang juga konon menjadi barang kesukaan penguasa gaib, dari tempat di mana ritual dijalankan.
Sesaji Pisang Setangkep
Tempat lain yang juga mensyaratkan sesaji khusus adalah punden Eyang Wiroguno, yang berada di Desa Tambakboyo, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo. Di punden ini, para pelaku ritual disarankan untuk membawa sesaji berupa pisang raja setangkep.
Pisang raja setangkep sendiri maksudnya adalah pisang raja dua sisir, yang bila diletakkan berdampingan akan membentuk seperti sepasang telapak tangan yang menengadah. Sehingga dengan menyediakan sesaji ini, maka para pelaku ritual diharapkan bisa menangkap berkah dari punden ini.
Sesaji pisang setangkep menjadi syarat bagi pelaku ritual di Punden Tambakboyo |
Pisang yang disyaratkan sendiri adalah jenis raja. Sebab pisang jenis yang satu ini diyakini merupakan pisang terbaik. Sehingga diharapkan segala kebaikan itu akan berbalik kepada diri orang yang menjalankan ritual. Yang berarti bahwa berkah berlimpah akan datang menaungi kehidupannya.
"Pisang setangkep adalah symbol permohonan. Hal ini karena bentuknya mirip dua telapak tangan yang tengah menengadah berdoa. Dengan pisang setangkep, tentu warga berharap bisa senantiasa menangkap berkah yang bisa membuat hidup mereka jauh dari kesialan," jelas Mbah Cokro, juru kunci Punden Eyang Wiroguno.
Punden yang berupa batu yoni di tengah Desa Tambakboyo ini memang merupakan salah satu tempat ritual favorit bagi warga di wilayah Sukoharjo dan sekitarnya. Sebab kabarnya telah banyak orang yang sukses setelah menjalankan serangkaian ritual di tempat ini. Karenanya pada saat haul dari Eyang Wiroguno, ribuan orang yang umumnya adalah para pelaku ritual yang telah sukses, akan datang untuk berdoa bersama di punden tersebut.
Sesaji Jambu Biji dan Candu
Sesaji unik yang lain adalah berupa jambu biji dan candu. Benda ini merupakan sesaji wajib bagi para pelaku ritual di punden bank gaib Mboja, yang berada di Desa Sumber Bening, Kecamatan Bringin, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Sesaji berupa jambu biji dan candu memang disebut-sebut wajib disediakan bersama beberapa sesaji lain yang sudah umum. Sebab benda-benda tersebut diyakini sebagai benda kegemaran danyang penguasa punden.
Cukup bawa jambu biji untuk dapat uang dari bank gaib Boja |
Punden Mboja sendiri berbentuk sebatang pohon kamboja yang telah berusia ratusan tahun. Pohon ini adalah nisan penanda makam Raden Subakir, sosok orang kaya yang hidup di jaman Kerajaan Pajang. Namun saat terjadi perang antara Pajang dan Mataram, dia bersama istrinya mengungsi hingga ke wilayah Ngawi.
Konon pada saat mengungsi, Raden Subakir membawa serta seluruh harta bendanya yang jumlahnya hingga berpeti-peti. Dan dengan harta yang dimilikinya itu juga, dia ikut mendanai perang yang dilakukan Raden Ronggo Jumeno dari Madiun, melawan Mataram. Ini dilakukan karena Raden Subakir tidak suka dengan Mataram.
Setelah hidup bahagia dan hartanya semakin berlimpah, beberapa tahun kemudian Raden Subakir dan istrinya meninggal. Mereka berdua selanjutnya dimakamkan secara bersama-sama. Dan sesuai dengan pesannya, dia ingin harta miliknya ikut dikubur bersama jasadnya.
Sebatang pohon kamboja kemudian ditancapkan di atas pusara keduanya, yang mana sampai sekarang masih terlihat berdiri dengan tegak di tengah areal persawahan warga. Sisa-sisa bunga yang telah mengering serta batang-batang hioswa tampak terserak di sekitar tempat pohon itu tumbuh. Ini karena hampir tiap saat ada saja orang yang datang untuk berdoa dan ritual di tempat ini.
Banyaknya orang yang datang tersebut tak lepas dari keyakinan akan diperolehnya harta berlimpah yang dalam hal ini berupa uang dari makam ini. Sebab konon dengan sebuah ritual tertentu, penguasa gaib tempat ini yang tak lain adalah Raden Subakir dan Dewi Amini akan memberikan harta berlimpah sesuai dengan yang diminta.
Karena itu pula, akhirnya tempat yang dikenal dengan sebutan punden Mboja ini disebut-sebut sebagai bank gaib. Sebab dalam laku ritual khusus yang dijalankan para pengalab berkah, konon ada proses transaksi sebagaimana yang terjadi di bank secara umum.
“Siapapun yang pinjam uang di sini pasti akan diberi, berapapun besarnya. Asalkan memenuhi persyaratan yang ditentukan. Dan salah satu syarat sesaji yang harus disediakan adalah tiga buah jambu biji serta candu,” jelas Mbah Miran juru kunci Punden Mboja.
Sesaji Baju Balita
Tak hanya sesaji berupa makanan, ada juga sesaji berupa benda yang harus disertakan sebagai syarat wajib demi mendapatkan berkah dari sebuah tempat keramat. Hal itu terjadi di punden Puntuk Tengger yang berada di wilayah Desa Plumpang, Kecamatan Pitu, Kabupaten Ngawi.
Punden puntuk tengger berbentuk sebuah gundukan tanah yang merupakan rumah rayap, yang konon bisa berubah ukurannya seiring perkembangan kondisi alam gaib di sekitarnya. Karena itulah punden ini kerap dijadikan tolak ukur serta petunjuk terkait gambaran kondisi yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Munculnya keyakinan bahwa tempat ini bisa mendatangkan berkah, tak lepas dari legenda yang beredar seputar keberadaan puntuk tersebut. Menurut Mbah Karto, sesepuh Desa Plumpang, Puntuk Tengger adalah makam dari anak buah Dampo Awang. Yang mana saat itu sedang singgah setelah menyusuri Bengawan Solo. Tapi karena sesuatu hal, dia kemudian diserang harimau penunggu hutan Plumpang, tempat puntuk itu berada.
Siasati tumbal dengan sesaji baju balita di Punden Puntuk Tengger |
Saat ditemukan oleh penduduk, tubuhnya tercerai berai karena dicabik-cabik harimau. Lalu bagian badannya dikubur di tempat puntuk itu berada. Sedangkan kepala dan bagian yang lain dikubur di tempat lain.
“Tengger itu dari kata weteng (perut) dan geger (punggung). Karena di tempat inilah perut dan punggung orang itu dikubur. Bahkan ada yang bilang kalau harta bendanya berupa perhiasan dan lain-lainnya ikut dikuburkan. Hingga memunculkan keyakinan bahwa di sini tersimpan harta karun, dan bisa untuk mencari pesugihan,” ungkap Mbah Karto.
Setelah beberapa tahun kemudian, tanah tempat penguburan itu sudah rata dan sejajar dengan tanah di sekelilingnya. Namun pada suatu saat, tiba-tiba saja terdengar suara gemuruh dari arah tanah itu yang selanjutnya diikuti dengan meningginya sebagian tanah itu, tepat di bekas makam anak buah Dampo Awang.
Sejak saat itulah, putuk ini akhirnya dikeramatkan oleh warga. Pada tiap-tiap hari tertentu, onggokan bunga setaman tampak berserakan di atasnya. Dan tak hanya itu, kadang juga terdapat beberapa potong pakaian anak-anak tampak dikubur di sana. Yang menurut Mbah Karto, adalah milik mereka yang mencari pesugihan di tempat ini.
Ya, pakaian anak-anak memang disebut-sebut menjadi salah satu sesaji wajib yang harus disediakan di samping bunga setaman serta kemenyan. Tidak ada yang tahu persis sejak kapan syarat seperti ini mulai diberlakukan. Namun yang pasti, konon penggunaan pakaian anak-anak adalah untuk menyiasati permintaan tumbal dari danyang penguasa punden.
Karena itulah, pada hari-hari tertentu, kita bisa dengan mudah menemukan pakaian anak-anak usia balita terpendam di bawah gundukan tanah Puntuk Tengger. Dan konon dengan begitu, maka harta karun yang tersimpan secara gaib di puntuk itu bisa terangkat.
Gambaran berbagai bentuk sesaji yang menjadi syarat sebuah ritual, menunjukkan bahwa penyediaan sesaji apapun bentuknya bertujuan sebagai upaya lobi gaib terhadap penguasa tempat keramat. Di sini berlaku hukum timbal balik yang bersifat transaksional. Artinya seorang pelaku ritual akan mencoba menawarkan sesuatu yang disukai oleh sang danyang, agar sang danyang bersedia mengabulkan apa yang menjadi harapan pelaku ritual.
Hanya saja tingkat keberhasilan sebuah proses ritual tidak bisa dijamin 100%. Sebab ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan seorang pelaku ritual dalam mewujudkan impiannya. Yang mana salah satunya adalah karena faktor tingkat spiritualitas pribadinya. Artinya bahwa mereka yang memiliki spiritualitas tinggi, akan cenderung lebih mudah mewujudkan hasil dari ritualnya. Sebab tingkat spiritualitas ini sangat mempengaruhi keberhasilan seseorang, dalam menjalin kontak gaib dengan danyang penguasa tempat keramat.
"Orang yang secara spiritual sudah terlatih, akan dengan mudah melakukan kontak gaib dengan mahluk gaib. Dan hal ini menjadi salah satu syarat utama, agar bisa sukses dalam sebuah prosesi ritual. Sebab tanpa bisa melakukan kontak gaib, maka apapun yang kita lakukan atau sediakan, tidak akan ada artinya. Karena tidak akan ada komunikasi dan transaksi yang terjadi antara kita dengan danyang penguasa sebuah tempat," terang mendiang Bambang Prihartono, seorang spiritualis asal Surakarta.//