Tak Ingin Sial di Tahun Depan. Warga Tionghoa Gelar Ritual Pao Oen


Demi menghapus energi negatif yang bisa menghambat keberuntungan di tahun depan, masyarakat Tionghoa mengikuti ritual Pao Oen jelang masa pergantian tahun

WARTAJOGLO, Solo - Suara genta dan tambur terdengar saling bersahutan menggema memenuhi ruangan utama Kelenteng Tien Kok Sie, di kawasan Pasar Gede, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Dan seolah mengikuti alunan suara genta dan tambur tersebut, tujuh orang biksu tampak khusyu' mengumandangkan doa. Sementara ratusan jemaat yang berdiri mengelilinginya, terlihat khusyu' menyimak bacaan doa itu, sembari membawa batang-batang hioswa yang menyala, dan menebarkan aroma wangi yang khas.

Prosesi Sutra Sang Kung, demikian Hendri Susanto, ketua MAKIN (Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia) Kota Solo, menyebut prosesi doa yang sedang berlangsung. Ritual ini adalah bagian dari ritual Pao Oen, yang digelar oleh pengurus Kelenteng Tien Kok Sie, jelang pergantian tahun dalam kalender Cina.

“Beberapa hari lagi kita akan memasuki tahun yang baru. Karena itulah, kita perlu menyiapkan diri secara lahir batin, guna menghadapi pergantian tahun ini. Sebab tahun baru yang datang, tentu akan membawa sebuah tantangan baru yang lebih berat. Dan dengan mempersiapkan diri secara lahir batin, maka kita tidak akan menghadapi masalah besar di tahun yang akan datang,” jelas Hendri di sela-sela prosesi ritual yang digelar Minggu (12/1) pagi.

Seorang jemaat Klenteng Tien Kok Sie sedang berdoa di depan altar

Ritual Pao Oen sendiri merupakan sejenis ritual ruwatan di kalangan masyarakat etnis Tionghoa. Karena dalam ritual ini dilakukan prosesi pembukaan aura, serta pembersihan energi negatif, yang melekat pada tubuh sesorang. Yang tujuannya agar mereka yang menjalani ritual ini, bisa senantiasa dinaungi berkah dan keberuntungan di sepanjang tahun depan.
Karena itulah, selain persiapan fisik dan mental, manusia juga membutuhkan bekal spiritual. Dan salah satu upaya untuk menambah bekal spiritual itu adalah dengan menjalankan serangkaian lelaku, di antaranya adalah ritual Pao Oen.

Persiapan Spiritual

Bagi masyarakat Tionghoa sendiri, ritual Pao Oen ini tidak bisa dipandang remeh. Sebab mereka sangat yakin bahwa lambang shio dari sebuah siklus waktu, akan sangat mempengaruhi kondisi kehidupan mereka. Karenanya tiap jelang pergantian tahun, mereka pasti rutin mengikuti ritual Pao Oen. Terutama bagi mereka yang memiliki shio-shio jiong atau sial.

Para biksu memimpin doa dalam rangkaian ritual Pao Oen

“Kami meyakini bahwa selisih tiga shio, dari shio yang saat ini berjalan, adalah shio yang jiong atau sial. Karena itulah, orang-orang yang memiliki shio-shio seperti itu, pasti akan ikut ritual Pao Oen,” lanjut Hendri.

Shio yang jiong atau sial, memang diyakini berdampak pada orang yang memilikinya. Sehingga diperkirakan kehidupan orang-orang yang bershio jiong tadi akan senantiasa dilingkupi berbagai permasalahan hidup. Sehingga demi menyingkirkan aura-aura negatif penyebab sial itu, maka orang-orang yang terlahir pada shio-shio tersebut dianjurkan untuk mengikuti ritual Pao Oen.

Rangkaian prosesi ritual Pao Oen sendiri berlangsung selama dua hari. Pada hari pertama dilakukan prosesi peletakkan bermacam sesaji di altar. Ada buah-buahan serta makanan lain yang serba manis. Yang mana hal ini merupakan bagian dari harapan agar kehidupan ke depan, senanatiasa diselimuti oleh hal-hal yang manis atau baik.

Dari sekian banyak makanan yang disajikan, yang menarik adalah kue berbentuk kura-kura dengan lima warna yang mewakili lima unsur alam. Kue berbentuk kura-kura ini sengaja disajikan karena merupakan lambang kebijaksanaan dan panjang usia. Suatu kondisi yang sangat diharapkan oleh semua orang dalam hidupnya.

Beragam sesaji manis disediakan dalam ritual Pao Oen

“Dalam hidup ini kan kita senantiasa berharap agar bisa mengalami keadaan yang serba manis. Kalaupun kemudian ada gejolak, kita tetap berharap agar segalanya bisa selesai dengan manis. Karena itulah dalam ritual ini kita juga menyediakan sesaji yang manis-manis,” imbuh Hendri.

Pembersihan Diri

Setelah seluruh sesaji telah disiapkan di tempatnya, ritual diawali dengan prosesi pembukaan Sutra Phu Meu Phin, yang merupakan bagian dari ritual pembukaan aura. Ada sekitar lima kali ritual pembukaan sutra tubuh, yang dilakukan pada ritual Pao Oen ini. Yang mana bentuk prosesinya hampir sama, yaitu para jemaat berdiri bersama menyimak bacaan doa dari para biksu, di ruang utama kelenteng.

Dan usai prosesi pembukaan aura yang terakhir, para biksu yang memimpin ritual melakukan prosesi pelepasan burung dan ikan. Ada sekitar 888 ekor burung pipit dan 888 ekor ikan lele yang dilepaskan ke alam, sebagai symbol pelepasan segala bentuk kesialan yang melekat pada diri peserta Pao Oen.

Jumlah burung dan ikan yang mencapai 888 ekor sendiri juga bukan tanpa alasan. Dalam keyakinan masyarakat Tionghoa, angka 8 dipandang sebagai symbol kesempurnaan. Sebab dalam angka ini garis yang membentuk angka tidak terputus sama sekali. Sehingga diyakini bahwa hal itu adalah symbol dari rejeki dan keberuntungan yang tidak pernah putus.

Namun, sebelum dilepaskan, burung-burung dan ikan terlebih dahulu didoai oleh para biksu pemimpin ritual. Pada sudut-sudut kandang ditancapkan hioswa, yang kemudian dilanjutkan dengan taburan biji-bijian lima warna yang mewakili lima unsur alam.

“Biji-bijian adalah symbol dari kemakmuran. Diharapkan dengan menebar benih ke arah burung yang akan dilepaskan itu, harapan akan kemakmuran bisa tersampaikan bersamaan dengan terbangnya burung ke angkasa,” tutur Hendri.

Ratusan burung pipit dilepas sebagai simbol buang sial

Sedangkan untuk ikan lele, pelepasan dilakukan di sungai. Tempat ini dipilih dengan harapan bahwa ikan-ikan ini nantinya akan lepas menuju ke lautan luas. Sehingga meleburkan segala kesialan yang selama ini melekat pada tubuh peserta Pao Oen.

Di puncak ritual, para peserta menerima siraman air suci dari biksu pemimpin ritual. Penyiraman air suci yang diambil dari berbagai sumber keramat itu diyakini sebagai bagian dari ritual pembersihan diri secara fisik. Yang di dalamnya juga diikuti dengan pemotongan sedikit rambut, sebagai simbol buang sial. Sehingga dengan demikian, ritual pembersihan diri yang dijalani peserta dalam ritual Pao Oen ini benar-benar sempurna.

Dalam ritual siraman ini satu persatu peserta datang menghadap biksu untuk dipotong rambutnya. Dan usai dipotong, biksu yang lain akan menyiramkan air suci bertabur bunga setaman ke atas kepala peserta, sembari membaca doa.

Rasa damai dan tenteram pun langsung dirasakan oleh para peserta, saat guyuran air bunga yang sejuk menyentuh kepalanya. Segala bentuk tekanan dan beban yang selama ini dirasakan dalam hati dan pikiran, seolah lepas. Sehingga pikiran menjadi lebih jernih.

Kondisi seperti ini tentu sangat dibutuhkan oleh siapa saja dalam menghadapi pergantian tahun yang diyakini penuh dengan tantangan. Sebab dengan kejernihan pikiran dan ketenangan hati, maka segala permasalahan dan tantangan bisa diselesaikan dengan baik. Itu berarti kesuksesan akan siap menanti di depan.

“Biasanya setelah mengikuti ritual ini, hati akan terasa tenang, pikiran juga terasa ringan. Sehingga kita merasa sangat siap menghadapi berbagai tantangan di tahun depan,” pungkas Hendri. //sik


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel