Rahasia Panjang Umur dari Mbah Gotho



Seiring semakin senjanya usia Mbah Gotho, pria yang disebut-sebut sebagai manusia tertua di dunia ini telah memiliki banyak pengalaman hidup. Spiritualitas jiwanya sedemikian kuat, sehingga membuat dirinya banyak didatangi orang yang ingin menimba ilmu darinya. 


Alunan suara tembang campursari terdengar menggema dari sebuah radio transistor yang tergeletak di ujung dipan kayu, tempat tidur Saparman Soedimejo. Di salah satu ujung tempat tidur itu, Soedimejo atau yang akrab disapa Mbah Gotho terlihat asyik menikmati sebatang rokok kretek. Dan seolah tidak menggubris lalu lalang orang yang masuk ke dalam rumahnya, Mbah Gotho terus saja menghisap rokok itu hingga habis.
Beberapa hari belakangan rumah Mbah Gotho di Dusun Segeran, Desa Cemeng, Kecamatan Sambungmacan, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah ini memang banyak didatangi tamu. Itu setelah pria yang dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) nya tercatat lahir pada tahun 1870 itu banyak diperbincangkan di media. Sehingga hal ini memicu rasa penasaran banyak orang untuk datang guna melihat secara langsung sosok Mbah Gotho.
Ya. Mbah Gotho memang tercatat lahir pada 31 Desember 1870. Sehingga kalau data itu akurat, berarti usia Mbah Gotho tahun ini akan memasuki usia 146 tahun. Yang berarti bahwa dia akan menjadi manusia tertua di dunia yang masih hidup.
Namun untuk ukuran orang berusia lebih dari satu abad, Mbah Gotho terbilang masih cukup kuat. Bahkan dia masih sanggup berjalan-jalan, meski menggunakan tongkat. Tak hanya itu, terkadang dia juga masih kerap mencabuti rumput di halaman rumahnya.
“Biasanya kalau pas berada di luar, simbah ini pasti suka mencabuti rumput di halaman. Tapi aktifitas itu sudah tidak dilakukan lagi beberapa bulan terakhir. Kemungkinan karena penglihatannya semakin menurun. Tapi untuk ukuran orang seusia dia, simbah ini terbilang sangat kuat,” ujar Suryanto, salah seorang cucunya kepada depthINFO.com
Suryanto adalah salah satu cucu yang dengan setia merawat Soedimejo. Pria berusia 46 tahun ini tiap hari dengan sabar memenuhi segala apa yang diinginkan oleh Soedimejo. Sehingga dia sangat paham kesukaan dari sang kakek. Termasuk menjadi penghubung saat ada orang yang mengajak berkomunikasi Mbah Gotho. Sebab meski pendengarannya sudah sangat menurun, namun saat berkomunikasi dengan Suryanto dia bisa lebih mengerti.
Dan dengan bantuan Suryanto ini juga, berbagai cerita di seputar kehidupan Mbah Gotho bisa terungkap. Sebab begitu Suryanto yang bertanya, Mbah Gotho seperti bisa langsung mendengar. Sehingga kakek tua inipun langsung bercerita panjang lebar dengan suara terkadang tidak terdengar jelas, karena factor usia.

Ilmu Jawa
Sedikit cerita yang bisa didapat adalah bahwa Mbah Gotho adalah typical humoris. Dia sangat suka bercanda. Sebab dengan bercanda orang bisa awet muda. Selanjutnya dia mengatakan bahwa orang hidup harus bisa ikhlas. Karena dengan ikhlas itulah maka segala kemudahan bisa didapatkan.
Filosofi Jawa memang sangat dipegang oleh Mbah Gotho dalam hidupnya. Yang mana hal itulah yang kemudian senantiasa membuat hatinya menjadi tenang. Dan salah satu ilmu yang dijabarkan saat Kla6news.blogspot.com menemuinya adalah ilmu introspeksi diri. Bahwa orang hidup harus senantiasa berguru pada cermin. Sebab dari cermin itulah kita bisa tahu berbagai keburukan dan kekurangan yang ada pada diri kita.
“Suatu ketika ada orang yang mengajak saya untuk bergabung dengan sebuah perkumpulan agama. Tapi saya katakana bahwa saya sudah punya guru. Dan guru saya adalah pengilon (cermin, Jawa). Dari pengilon inilah baik buruk diri kita akan terlihat. Sehingga menjadi pendorong bagi kita untuk memperbaiki kualitas hidup,” ucap Mbah Gotho dengan serius.
Mbah Gotho juga menambahkan bahwa dari cermin itulah kita bisa tahu sosok yang senantiasa mendampingi dalam hidup kita. Bayangan dalam cermin adalah saudara kembar yang akan menemani kita dalam kondisi apapun. Sehingga hendaknya kita bisa senantiasa menjaga diri untuk selalu berbuat baik.
Panjangnya usia yang dimiliki oleh Mbah Gotho memang membuatnya telah banyak merasakan asam garam kehidupan. Baginya semua bentuk kehidupan sudah dirasakannya. Karena saat masih muda dulu dia adalah tipykal seorang petualang. Sehingga tak jarang dia menjelajah ke berbagai wilayah di Indonesia.
Dari kisah yang disampaikannya, dia sudah pernah menjelajah hingga ke Bali, Lombok dan bahkan Aceh. Karenanya saat ini hanya satu yang belum dirasakannya, yaitu mati. Sehingga bila ditanya tentang keinginannya yang paling utama, Mbah Gotho selalu menjawab bahwa dia ingin segera mati.
“Segala sesuatu sudah saya rasakan dalam hidup ini. Susah senang, pahit getir dan sebagainya sudah saya lalui. Yang belum hanya mati. Makanya tiap kali ada orang bertanya, pinginnya apa Mbah? Saya selalu menjawab ingin segera mati. Tapi sepertinya ajal saya sudah dibawa bapak meninggal. Sehingga sampai saat ini saya tidak mati-mati,” kenangnya.
(Untuk lebih jelasnya langsung klik:)

Kemampuan Spiritual
Begitu banyaknya pengalaman hidup yang telah dijalani Mbah Gotho, memang membuat pria ini begitu mantap menjalani kehidupan. Termasuk bagaimana dia memutuskan untuk memiliki banyak istri. Yang tentunya menjadi salah satu resep tersendiri yang membuatnya panjang umur .
Dari cerita yang disampaikan kepada Suryanto, Mbah Gotho memiliki istri resmi sebanyak empat orang. Sedangkan yang tidak resmi ada banyak juga. Dan orang tua  Suryanto terlahir dari istri yang keempat, yang kemudian menemaninya dengan setia hingga di usia lanjut.
“Ibu saya anak dari istri ke empatnya. Dan di luar itu, katanya dia juga pernah menikah dengan wanita-wanita lain, termasuk saat di perantauan. Tapi sampai saat ini kami tidak pernah mendapat penjelasan siapa wanita-wanita yang pernah menjadi istrinya,” jelas Suryanto.
Senantiasa ikhlas dan introspeksi diri memang menggembleng sosok Mbah Gotho menjadi manusia yang istimewa. Yang mana salah satunya adalah senantiasa dijauhkan dari maut atau kematian. Termasuk saat pernah terjebak di dalam sebuah lubang di dasar Sungai Bengawan Solo, ketika mencari ikan.
Seperti yang diceritakan Suryanto, bahwa sejak masih muda Mbah Gotho gemar sekali mencari ikan. Rumahnya yang berdekatan dengan anak sungai Bengawan Solo membuatnya kerap menghabiskan waktu untuk menangkap ikan. Dan yang menarik, dia mampu menangkap ikan hanya dengan tangan tanpa bantuan alat apapun.
Pada suatu saat dia mencoba mencari ikan di sebuah ceruk yang cukup dalam di dinding sungai. Sambil menyelam, Mbah Gotho mengejar ikan di sekitar goa. Sampai akhirnya saat ikan masuk dalam goa itu, dia mencoba ikut masuk. Namun sial, karena ternyata tubuh Mbah Gotho tidak muat. Yang lebih celaka lagi, ternyata tubuhnya terjepit dan tidak bisa keluar. Saat itulah dia menunjukkan kekuatannya dengan menghentakkan kaki di dasar sungai sebanyak 3 kali. Yang selanjutnya disusul runtuhnya dinding sungai, hingga dia bisa keluar kembali.
Keistimewaan lain adalah bahwa Mbah Gotho tidak pernah mengonsumsi obat saat sakit. Dan sejauh ini pria tua itu memang disebutkan belum pernah sakit sama sekali. Kalaupun tidak enak badan, dia hanya meminta dipijat serta kerokan, dan langsung sembuh.
Salah satu resep yang membuat Mbah Gotho senantiasa sehat adalah rutin minum jamu ramuan daun papaya. Jamu dengan rasa pahit yang menggigit itu diyakini memang mengandung banyak zat-zat penting yang dibutuhkan tubuh. Sehingga saat rutin mengonsumsinya, maka siapapun akan senantiasa terhindar dari berbagai penyakit.
“Biasanya dalam seminggu, setidaknya simbah itu selalu minum jamu daun pepaya hingga dua kali. Dan hal itu sudah dilakukan sejak masih muda. Makanya meski badannya terlihat ringkih, Namun kekuatannya sungguh luar biasa. Dan yang pasti tidak pernah sakit, serta tidak pernah sekalipun merasakan jarum suntik,” ungkap Suryanto.
Tidak pernah sakit akhirnya memang membuat Mbah Gotho panjang umur. Namun ada satu hal yang diyakini sebagai factor penyebab Mbah Gotho tidak segera dijemput ajal. Yaitu sebuah batu nisan yang sudah disiapkan terlebih dulu, sebelum dia benar-benar meninggal.
Batu nisan yang dibeli beberapa hari usai meninggalnya Sukirah, ibunda Suryanto itu, kini teronggok di depan rumahnya sejak awal dipersiapkan, pada 1993. Tak hanya itu, papan kayu penutup makam juga disiapkan, hingga beberapa di antaranya telah dimakan rayap.
Kini dengan kondisi penglihatan dan pendengaran yang semakin menurun. Hari-hari Mbah Gotho hanya digunakan untuk duduk sembari menikmati suara radio, yang entah apakah bisa didengarkannya dengan baik atau tidak. Sebungkus rokok tak lupa selalu disediakan oleh Suryanto untuk sang kakek. Karena kebiasaan merokok yang begitu berat, membuat Mbah Gotho sulit lepas dari kebiasaan merokoknya.
Kalimat ceplas ceplos masih tetap terlihat sebagai salah satu cirri khas Mbah Gotho, yang membuatnya banyak didatangi orang yang ingin ‘berguru’ kepadanya. Berbagai ilmu tentang kehidupan di dunia kerap dijabarkannya di hadapan para warga yang datang ke rumahnya. Bahkan tak jarang para warga yang memiliki anak kecil yang sedang rewel, kerap dibantunya dengan memberikan suwuk pada sang bayi.
Suwuk sendiri hampir mirip bacaan doa atau mantera, yang kemudian ditiupkan pada bagian tubuh orang lain yang sakit. Dan sejauh ini suwuk Mbah Gotho hampir tidak mendapat complain sama sekali dari masyarakat. Karena warga sekiar memang sangat membutuhkan peran dukun yang bisa mengatasi pernasalahan pribadi yang dihadapi warga sekitar,” /

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel