Pertahankan Tradisi, LDA Keraton Surakarta Gelar Wilujengan Adeging Nagari
MITOS, Solo - Lantunan Syahadat Qurais dan Shalawat Sultan Agung menggema di setiap sudut Sasana Sumewa Keraton Surakarta Hadiningrat, saat para kerabat, sentana dan abdi dalem menggelar wilujengan nagari pada Rabu (25/8). Wilujengan itu sendiri digelar dalam rangka memperingati adeging (berdirinya) Keraton Surakarta yang pada tahun ini memasuki usia 276 tahun.
Keraton Surakarta sendiri berdiri pada 20 Februari 1745 atau bertepatan dengan tanggal 17 Suro 1670. Dan 25 Agustus 2021 bertepatan dengan tanggal 17 Suro, yang diyakini sebagai hari yang tepat untuk menggelar acara wilujengan.
Acara wilujengan digelar di Sasana Sumewa Keraton Surakarta Hadiningrat
"Keraton Surakarta ini adalah penerus Mataram. Dan kita memiliki metode perhitungan sendiri yang didasarkan pada perhitungan Jawa warisan Sultan Agung. Karena itulah yang kita gunakan sebagai patokan tetap tanggal 17 Suro," ujar GKR Koes Moertiyah, Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta Hadiningrat, sebagai penyelenggara acara tersebut.
Acara wilujengan ini sendiri digelar dengan sederhana. Sebab di masa pandemi seperti sekarang ini, tentu ada banyak batasan terutama penerapan protokol kesehatan yang harus dipatuhi. Karena itulah rangkaian acara didominasi dengan pembacaan shalawat serta doa, agar Keraton Surakarta bisa kembali tenang dan damai.
"Kita semua tentu berharap agar keraton bisa kembali bersinar seperti dulu. Dan bisa selalu menjadi kiblat dari budaya Jawa," lanjut wanita yang akrab disapa Gusti Moeng ini.
Gusti Moeng memaparkan sejarah keraton |
Usai melantunkan shalawat dan doa, acara diisi dengan pemaparan Gusti Moeng terkait sejarah Keraton Surakarta serta berbagai hal yang selama ini terjadi. Salah satu adik SInuhun Paku Buwono XIII ini juga menyinggung soal peran pemerintah yang dianggapnya kurang peduli kepada keraton.
"Saat ini pemerintah bisa dibilang abai dengan nasib keraton. Padahal salah satu penyokong berdirinya NKRI juga karena bersatunya keraton-keraton di seluruh nusantara," tandas Gusti Moeng.
Acara wilujengan diakhiri dengan pembagian bubur Suro. Yakni salah satu sajian khas keraton yang berupa bubur lengkap dengan beragam lauk. Bagi masyarakat Jawa, ada muatan doa yang terkandung dalam sajian ini. Yang intinya berupa harapan agar segalanya senantiasa menjadi baik dan berlimpah berkah. //Bang