Belajar Ikhlas dari Syeh Jangkung

Peziarah berdoa di makam Syeh Jangkung

WARTAJOGLO, Pati - Karena dipandang tidak menjalankan syariat Islam dengan benar, Sunan Kudus melarang murid-muridnya mendatangi Syeh Jangkung. 

Hingga kini tak ada orang Kudus yang berani melanggar pantangan itu. 

Ketokohan sosok Syeh Jangkung memang bukan isapan jempol. Sosok yang satu ini bisa dikatakan memiliki pamor yang tidak kalah dengan para tokoh Wali songo terutama bagi masyarakat Pati. 

Hal ini terbukti dari selalu ramai dikunjunginya makam tokoh ini sebagaimana makam tokoh-tokoh Wali songo yang lainnya. 

Lebih dari itu, kebanyakan para peziarah makam Syeh Jangkung selalu memiliki tujuan lebih, dari pada sekedar berziarah. 

Di makam yang terletak di Dusun Miyono, Desa Landoh, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Jawa Tengah ini seseorang yang berziarah kebanyakan akan langsung mengutarakan hajatnya dengan dipandu sang juru kunci. 

Dan seolah sudah menjadi sesuatu yang umum di makam ini, berdoa dan berziarah bisa dibilang keperluan nomor dua setelah seseorang meminta sesuatu. 

Begitu utamanya tujuan untuk mendapatkan sesuatu yang sifatnya duniawi di makam ini, karena hal ini tidak lepas dari keyakinan begitu kontannya balasan, yang akan didapat seseorang setelah meminta di tempat tersebut. 

Dan karenanya menjadi pemandangan yang biasa pula, bila kita mendapati beberapa orang rela antri masuk ke dalam sebuah pintu kecil yang di dalamnya terdapat makam Syeh Jangkung. 

Karena lewat pintu inilah biasanya seseorang yang memiliki tujuan tertentu di makam ini memanjakan keinginannya dengan dipandu sang juru kunci.

Dan di antara para pengalab berkah itu kita akan bisa melihat dengan jelas sang juru kunci yang mengenakan peci hitam, sibuk melayani para tamu untuk diujubkan keinginannya. 

Prosesi pengujuban ini harus melalui juru kunci karena hanya juru kunci lah yang diyakini memiliki doa dan mantera khusus. Yang mampu menyampaikan keinginan para tamu langsung ke arwah Syeh Jangkung.

Putra Sunan Muria
Lalu siapa sebenarnya Syeh Jangkung hingga kemudian makamnya menjadi begitu istimewa di mata masyarakat Pati. 

Mengenai hal ini Rosyidi, salah seorang pengurus makam Syeh Jangkung menjelaskan bahwa nama Jangkung disandangkan pada tokoh ini karena setiap keinginannya pasti akan dikabulkan oleh Tuhan. 

"Jangkung itu bisa diartikan terjangkau atau tercapai. Hal ini karena konon setiap apa yang diinginkan Syeh Jangkung pasti akan terwujud," terangnya.

Sedangkan sosok Syeh Jangkung sendiri menurut Rosyidi sebenarnya adalah putra dari Sunan Muria dari seorang perempuan bernama Sujilah yang masih adik Sunan Kudus. 

Hanya saja proses keberadaannya di dunia terbilang sangat aneh. Sujilah ibunya tiba-tiba hamil tua setelah sebelumnya bermimpi diberi seorang anak oleh seorang tua. 

Dalam beberapa hari kemudian lahirlah seorang bayi laki-laki yang kemudian diberi nama Saridin. 

Dan bersamaan dengan kelahiran Saridin, tiba-tiba ibunya muksa hingga kemudian tubuh bayi yang dilahirkan tepat di pinggir sebuah sungai ini tinggal sendirian. 

Tangis Saridin yang melengking akhirnya menarik perhatian Sunan Kalijogo yang kebetulan sedang lewat. 

Selanjutnya bayi itu dipungut dan dibawa ke salah seorang sahabatnya di wilayah Tayu yang bernama Ki Ageng Kiringan. 

Saridin selanjutnya diasuh dan dibesarkan oleh Ki Ageng Kiringan menjadi seorang pemuda yang gagah dan berilmu tinggi. 

Hanya saja saat menjelang dewasa, ujian berat mulai menghadang dalam kehidupan Saridin. 

Dia dituduh membunuh salah seorang saudaranya yang bernama Ki Branjung. 

Hal itu dilakukan karena saat itu Ki Branjung sedang berusaha menakut-nakuti Saridin dengan menyamar mirip seekor harimau. 

Karena panik Saridin langsung menghujamkan sebuah bambu runcing ke tubuh harimau itu hingga tewas. 

Peristiwa ini akhirnya harus membawanya menuju ke penjara Kadipaten Pati. 

Namun di depan pengadilan Saridin membantah kalau telah membunuh saudaranya. Dia mengaku bahwa yang dilihatnya saat itu adalah harimau, jadi tidak salah kalau kemudian dia membunuhnya. 

Dan karenanya dia tidak mau dipenjara. Begitu lugunya jawaban Saridin tidak membuat Adipati Jayakusuma yang memimpin persidangan itu kehilangan akal. 

Akhirnya dia membujuk agar Saridin mau pindah untuk sementara ke dalam penjara.

Saridin saat itu memang dikenal memiliki perilaku yang aneh. Dia hampir mirip orang yang tidak waras dalam setiap ucapannya. 

Maka dari itulah hal ini membuatnya harus memiliki masalah besar dengan Adipati Jayakusuma.

Konon saat dipenjara, Saridin bertanya kepada sang Adipati, "Apakah saya boleh menengok keluarga saya di rumah?" Dan jawaban sang adipati yang mengatakan bahwa Saridin boleh pulang asalkan bisa lepas dari penjara itu, ditelan dengan mentah-mentah oleh Saridin. Hingga kemudian hampir tiap malam, dengan kesaktian yang dimilikinya, Saridin selalu keluar penjara. 

Kontan saja hal ini serasa menampar muka sang adipati. Akhirnya Saridinpun dijatuhi hukuman mati dengan cara digantung di alun-alun. 

Tapi lagi-lagi dia bikin ulah. Di saat tali gantungan telah disiapkan, bagaikan seorang yang tidak waras, Saridin menawarkan bantuan kepada Adipati Jayakusuma untuk menarik tali gantungan itu. 

Dan lagi-lagi sang adipati mempersilahkan asalkan Saridin berani dan bisa. Dengan lugu dan tanpa beban, Saridin kemudian menarik tali gantungan itu sehingga kemudian dia terbebas dari jeratan tali itu.

Hal ini langsung membuat kemarahan sang adipati meledak-ledak, dan dia memerintahkan anak buahnya untuk menembakkan berbagai macam senjata yang dimilikinya ke arah Saridin. 

Tapi Saridin berhasil lepas dan lari ke arah Kudus. "Saridin kemudian berguru kepada kanjeng Sunan Kudus, namun lagi-lagi dia berulah yang membuat Sunan Kudus akhirnya benci kepadanya," terang Rosyidi.

Konon saat itu diceritakan pada suatu hari para santri diperintahkan untuk mengambil air guna mengisi bak mandi. 

Namun tidak seperti para santri yang lain yang menggunakan semacam ember, Saridin justru mengambil air dengan sebuah keranjang. 

Hal ini cukup membuat hati Sunan Kudus resah. Sebab dia menganggap apa yang dilakukan Saridin adalah sebuah bentuk pamer kemampuan. 

Maka dari itu kemudian Sunan Kudus memanggilnya dan memperingatkannya. 

Begitu dipanggil permasalahan tidak lekas selesai, tetapi malah semakin berkepanjangan. 

Di depan Sunan Kudus, Saridin kembali menunjukkan perilakunya yang seperti orang tidak bisa berpikir, dengan menelan mentah-mentah ucapan Sunan Kudus. 

Waktu itu sambil masih membawa keranjang berisi air Saridin menghadap Sunan Kudus. 

Setelah Saridin duduk di hadapannya, Sunan Kudus kemudian bertanya, "Kalau kamu membawa air di dalam keranjang, bagaimana ikan bisa hidup di dalamnya?". 

Ucapan inipun diterjemahkan mentah-mentah oleh Saridin dengan menciptakan seekor ikan di dalam keranjang itu. 

Melihat itu Sunan Kudus kembali bertanya, "Bagaimana kalau di dalam parit yang kecil dan kotor di depan padepokan, apakah ikan juga bisa hidup?". 

Lagi-lagi Saridin menunjukkan kemampuannya yang berdasar pada keluguannya. 

Dia kemudian menciptakan ikan yang banyak di dalam parit itu. Apa yang dilakukan Saridin tersebut selanjutnya diartikan Sunan Kudus sebagai sebuah kesombongan. 

Akhirnya dia menyuruh Saridin pergi meninggalkan padepokannya, karena dia tidak ingin memiliki murid yang sombong dan sok pamer ilmu.

Murid Sunan Kalijaga
Setelah diusir oleh Sunan Kudus, akhirnya Saridin bertemu dengan Sunan Kalijaga yang kemudian menjadi guru sejatinya. 

Dari bimbingan Sunan Kalijaga inilah kemudian Saridin bisa memiliki berbagai pemikiran yang lebih bijaksana. 

Bahkan salah satu ujian berat dari Sunan Kalijagapun rela dijalaninya. 

"Sunan Kalijaga memerintahkan Saridin untuk menjalani tapa ngrombang yaitu mengapung di atas samudera hanya dengan menggunakan dua butir buah kelapa selama delapan tahun," terang Rosyidi.

Dari tapa yang dijalaninya inilah kemudian Saridin bisa singgah ke berbagai tempat di wilayah Jawa dan Sumatera. 

Karena dalam tapa itu ada aturan bahwa dia boleh keluar dari air bila telah sampai di daratan dan di daratan itu dia tidak boleh tinggal lebih dari tiga bulan. 

Dan lebih dari itu, gara-gara tapa yang dijalaninya ini pula, akhirnya Saridin bisa menjadi menantu Sunan Gunung Jati dan seorang Sultan dari Palembang.     

Hal ini terjadi karena pada setiap kali persinggahannya di sebuah tempat, Saridin selalu berhasil membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi wilayah tersebut. 

Sehingga sebagai balasan atas jasanya, Saridin mendapatkan hadiah seorang putri yang kemudian menjadi istrinya. 

Dan setelah delapan tahun menjalani tapa ngrombang, akhirnya Saridinpun kembali ke tanah Jawa dengan sendirinya. 

Di Pulau Jawa ini kebetulan saat itu Sultan Agung sebagai penguasa Mataram sedang menghadapi masalah besar. 

Kerajaan Mataram sedang diganggu oleh pasukan dari alam gaib. Dan Saridin dimintai bantuan untuk menyelesaikan masalah itu. 

Saat itu konon, Sultan Agung sendiri yang datang ke Dusun Miyono tempat tinggal Saridin. 

Sementara itu seperti biasanya, setelah berhasil membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi Mataram, Saridin kembali mendapatkan hadiah seorang putri keraton. 

Dan keberhasilan Saridin mengatasi masalah Mataram ini cukup membuat derajat hidupnya berubah. 

Dia mulai disegani oleh masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. Dengan berbagai ilmu yang dimilikinya, dia mulai memiliki banyak murid sampai akhirnya mendirikan sebuah padepokan.

Ajarannya yang selalu bertumpu pada kejujuran, menyebabkan dari hari ke hari murid Syeh Jangkung semakin bertambah. 

Ilmu-ilmu yang cenderung bernafaskan hakikat, menyebabkan semua orang merasa lebih tertarik untuk mengikutinya daripada ilmu-ilmu syariat seperti yang diajarkan para wali. 

Dengan ilmu ini seseorang diajarkan apa sebenarnya hakikat hidup ini, sehingga kemudian dia sadar dengan apa yang harus dilakukannya sebagai seorang manusia. 

Dari hari ke hari padepokan Syeh Jangkung semakin berkembang hingga terdengar ke telinga Sunan Kudus. 

Maka untuk mengetahui apa yang ada di padepokan itu, Sunan Kudus memerintahkan salah seorang anak buahnya untuk menyelidiki ajaran yang disebarkan Syeh Jangkung. 

Begitu utusan Sunan Kudus datang, perdebatan sengit mengenai ajaran Syeh Jangkung pun terjadi. 

Utusan itu mempersalahkan Syeh Jangkung yang tidak terlalu mementingkan syariat dalam menjalankan ajaran Islam. 

"Setelah selesai berdebat dengan Syeh Jangkung, utusan itu pun pulang dan menceritakan apa yang terjadi pada Sunan Kudus. Mendengar hal itu, Sunan Kudus kemudian mengucapkan sebuah larangan bagi warga Kudus untuk datang ke tempat Syeh Jangkung berada," papar Rosyidi. 

Maka dari itu diyakini sampai sekarang tidak ada peziarah dari Kudus yang berani datang ke makam Syeh Jangkung. 

"Dulu pernah ada orang dari Kudus yang langsung pingsan setelah berziarah, makanya sampai sekarang tidak ada orang Kudus yang berani ke sini," tambahnya.

Dugaan sementara yang berkembang, akibat yang dialami oleh orang Kudus itu karena mereka terkena kutukan dari Sunan Kudus yang memang begitu benci kepada Syeh Jangkung. 

Tapi dugaan lain menyebutkan, bahwa kasus yang terjadi itu karena danyang penunggu makam Syeh Jangkung tidak menghendaki kedatangan orang Kudus, karena Sunan Kudus pernah mengusir dan memusuhi Syeh Jangkung.

Tidak ada yang tahu persis mana yang benar. Tapi lepas dari itu, keberadaan Syeh Jangkung dengan ajarannya jelas telah menambah kekayaan khasanah ajaran Islam yang ada di masyarakat. 

Dan lebih dari itu ada anggapan pula bahwa Syeh Jangkung adalah peletak dasar ajaran Saminisme yang banyak dianut para kaum Samin. 

Hal ini karena banyaknya fenomena yang mirip dari kedua ajaran itu, misalnya mengenai keluguan yang ditampakkan dalam menyikapi kehidupan sehari-hari. 

Dan bahkan ada anggapan bahwa Syeh Jangkung bisa disejajarkan dengan Syeh Siti Jenar yang juga memiliki ajaran yang bertentangan dengan ajaran para wali. //Rad

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel