Alunan Nada Pengantar Arwah dari Seruling Dewata Band



Foto: FB Seruling Dewata



Berbeda dengan grup music etnik yang lain, Seruling Dewata Band focus menyuguhkan karya seni yang bernuansa spiritual. Dan hal itu membuatnya kerap mendapat undangan dalam berbagai acara, terutama yang bertema kebudayaan.



Alunannada mendayu-dayu terdengar saat Suroto memainkan salah satu seruling miliknya. Di tengah waktu luang saat libur kerja sebagai perawat Candi Cetho, pria asal Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah ini memang kerap menghabiskan waktu dengan memainkan seruling koleksinya.
Suroto sendiri memiliki puluhan koleksi seruling dalam berbagai bentuk, yang beberapa di antaranya merupakan seruling dari suku-suku yang ada di luar negeri. Dan dari seruling-seruling inilah, Suroto bisa menciptakan alunan instrument yang membuat namanya begitu terkenal di wilayah Solo raya dan Jawa Tengah. Sehingga berbagai undanganpun datang kepada Suroto dan grup music Seruling Dewata Band yang dipimpinnya.
Ya, sesuai dnegan namanya, grup band Seruling Dewata memang menonjolkan permainan seruling sebagai roh dalam setiap karyanya. Dan meski yang memainkan seruling hanya Suroto, namun suara itu benar-benar terasa mendominasi seluruh harmoni yang tercipta dalam permainan seluruh alat music di dalamnya. Yang mana hal itu tak lepas dari kemampuan seorang Suroto dalam memainkan seruling, yang bisa membuat siapa saja seolah terbius memasuki dimensi alam lain, saat mendengarkannya.
Hal ini tak lepas dari latar belakang Suroto sebelum membentuk grup Seruling Dewata pada 13 Juli 2013 lalu. Di mana sebeumnya dia tergabung dalam sebuah grup seni baleganjur, yang selalu didaulat untuk mengiringi serangkaian acara ritual umat Hindu di kawasan Candi Cetho. Dan Suroto berperan memainkan lantunan nada-nada sakral melalui serulingnya.
“Dari dulu saya suka sekali mendengarkan alunan music instrument terutama yang bertema spiritual. Dan seluruhnya berasal dari luar negeri. Karena itulah, saya mulai berpikir untuk mencoba menciptakan karya instrument spiritual juga, tapi yang benar-benar khas Indonesia. Lalu bersama beberapa teman, kami mulai mencoba-coba memainkan beberapa alat music, hingga akhirnya tercipta sebuah karya yang kami beri judul Nyanyian Bambu,” jelas Suroto kepada depthINFO.com

(Suroto dan koleksi seruling miliknya)


Dan karya itulah yang akhirnya benar-benar mengangkat nama Suroto dan grub band Seruling Dewata. Sebab dalam perayaan hari jadi Karanganyar, Seruling Dewata Band selalu menjadi langganan untuk mengisi acara. Bahkan grup ini juga sempat meraih penghargaan dalam Karanganyar Award yang diberikan ke para pemerhati seni dan budaya di kota tersebut.
Serangkaian prestasi meski berskala local telah menunjukkan kualitas dari kemampuan Suroto dan teman-temannya. Dan untuk itu, kini mereka terus berupaya untuk menciptakan semain banyak karya, agar bisa membuat namanya semakin dikenal dan disejajarkan dengan grup-grup music papan atas di negeri ini.
Dan dari serangkaian prestasi itu, ada satu hal menarik yang melakat pada diri Suroto. Di mana selama ini kemampuannya memainkan seruling diperoleh secara otodidak. Dia menyebut ada semacam kekuatan tidak terlihat yang seperti membantunya untuk bisa memainkan alunan nada-nada spiritual. Sehingga siapapun yang mendengarkannya pasti akan terbawa suasana. Sehingga kemudian membuatnya dipercaya bergabung bersama grup Baleganjur yang selalu tampil dalam setiap acara ritual di Candi Cetho.
“Selama ini saya belajar hanya berangkat dari ketertarikan saja. Sehingga kemudian belajar sendiri. Dan saya sendiri juga tidak tahu, kenapa dari proses belajar saya itu justru yang tercipta adalah alunan-alunan suara seruling yang bersifat spiritual. Mungkin juga karena selama ini saya sering mendengar alunan seruling Bali dalam tiap pertunjukkan Baleganjur,” ungkapnya.
Meski mengaku belajar secara otodidak, Suroto mengatakan bahwa dirinya pernah mendapat bimbingan khusus dari seorang seniman ISI (Institut Seni Indonesia) Surakarta, terkait seruling Bali. Yang mana hal ini menyangkut cara mengolah nafas. Sebab dalam permainan seruling Bali, suara yang dihasilkan hampir tidak terputus sama sekali. Dan hal ini menuntut pemainnya untuk bisa mengatur cara olah nafas itu.
“Untuk latihan pernafasan seruling Bali, saya pernah mendapat petunjuk dari orang ISI mengenai trik berlatih pernafasan. Caranya sedotan diisi air seni lalu ditiup dnegan posisi menengadah. Dan air seni itu harus tetap berada di posisinya. Latihan ini sangat sulit. Sebab bila terlalu keras meniup, maka air di dalam sedotan akan meluber keluar. Tapi bila kita lengah dan menarik nafas, air itu pasti akan langsung masuk ke mulut kita,” kenang Suroto.
Dan Suroto sendiri sempat mengalami kegagalan, Hingga tanpa sadar dia menelan air seninya sendiri. Namun dari kegagalan itu, dia akhirnya bisa menemukan trik untuk mengatur pernafasan, yang membuatnya bisa memainkan seruling Bali dnegan sempurna.
Bahkan dengan kemampuan dan kualitas permainan serulingnya, gitaris grup band Gigi, Dewa Bujana sampai terkesima. Sehingga tiap kali datang ke Candi Cetho untuk beribadah, pasti akan mengajak Suroto berkolaborasi menciptakan harmoni-harmoni music yang indah.
Sebagai pemeluk Hindu yang taat, Dewa Bujana memang kerap kali datang ke Candi Cetho. Dalam setahun dia bisa empat kali datang ke salah satu karya sejarah di lereng Gunung Lawu itu. Dan sebagai bentuk apresiasi kepada Suroto, Dewa Bujana sempat memberikan hadiah sebuah gitar kepada Suroto. Yang mana hal itu semakin meningkatkan motivasi dirinya untuk semakin giat berkarya, menciptakan nada-nada penuh energy spiritual, yang bisa menjadi perantara jalinan hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Dan kondisi itu bisa dirasakan saat mendengarkan alunan nada Simphony Seruling dan Nyanyian Bambu karya Suroto dan kawan-kawannya. //

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel