Masyarakat Pulau Rempang - Galang Gelar Doa Bersama di Malam Tahun Baru untuk Ketuk Hati Presiden Jokowi



Datangnya tahun baru kerap dikaitkan dengan datangnya harapan baru. Dan hal inilah yang diyakini oleh sekelompok orang yang menamakan diri sebagai Himpunan Masyarakat Adat Pulau Rempang - Galang (Himad Purelang). Karena itulah, datangnya tahun baru lebih disikapi secara arif dengan menjalankan aktifitas yang sifatnya spiritual, yaitu berdoa bersama agar kebaikan senantiasa menaungi di tahun depan.




Harapan besar akan adanya perubahan nasib atas kehidupan mereka, memang sedang menggelayut di hati perwakilan dari masyarakat Pulau Rempang - Galang ini. Sebab seiring berjalannya waktu, sepertinya belum ada perubahan yang signifikan atas nasib mereka. Yang dalam hal ini terkait dengan status tanah yang mereka tempati selama ini.

Ya, meski telah puluhan tahun menempati kawasan kepulauan Rempang - Galang, namun masyarakat di sana belum bisa memiliki pengakuan secara resmi atas tanah yang mereka tempati. Artinya mereka belum bisa memiliki sertifikat atas tanah-tanah tersebut. Padahal berbagai upaya administrative telah dilakukan.

“Sejauh ini belum ada kepastian dari pihak BPN setempat. Padahal dari waktu ke waktu, justru semakin banyak warga keturunan yang datang dan mengklaim sebagai pemilik tanah, karena memegang sertifikat. Hal inilah yang kami khawatirkan. Karena bukan tidak mungkin suatu saat kami akan tergusur karena belum memiliki status hukum yang kuat atas tanah-tanah itu. padahal kami sudah menempati wilayah tersebut selama puluhan tahun dan turun temurun,” jelas Tony W Nasution, koordinator Himad Purelang kepada wartajoglo.com.

Karena itulah, selama hampir sepuluh tahun ini, masyarakat kepulauan Rempang - Galang yang kemudian membentuk Himad Purelang, melakukan upaya hukum dan politis, untuk bisa melobi pemerintah pusat, agar peduli dnegan nasib mereka. Apalagi setelah beberapa waktu lalu, presiden Jokowi memberikan ratusan sertifikat tanah gratis kepada masyarakat dari berbagai kelompok. Sehingga masyarakat kepulauan Rempang Galang berharap, bisa masuk dalam program pemberian sertifikat tersebut.
 
Kepulauan Rempang - Galang sendiri adalah bagian dari wilayah Kota Batam, Propinsi Kepulauan Riau. Pada sekitar tahun  1979, kawasan ini sempat dijadikan sebagai tempat penampungan pengungsi Vietnam. Karena kebetulan di Negara tersebut sedang terjadi konflik besar yang melibatkan Amerika. Sehingga kemudian banyak warga Vietnam yang mengungsi ke berbagai wilayah termasuk Indonesia. Dan di Indonesia, pemerintah menyediakan Pulau Rempang dan Galang sebagi salah satu tempat penampungan.

Keberadaan para pengungsi ini sempat membuka peluang usaha bagi penduduk setempat. karena banyak di antaranya yang kemudian diperbantukan sebagai pelayan di kamp pengungsi tersebut. Sehingga banyak warga yang cukup menguasai bahasa Vietnam.

Permasalahan tanah ini mulai muncul setelah terjadi polemic penguasaan wilayah Batam antara Pemerintah Otorita Batam, dengan Pemerintah Kota Batam. Ya.  Berbeda dnegan wilayah lain, di Batam terdapat dua pemerintahan yang   sama-sama resmi dibentuk oleh pemerintah pusat.

Otorita Batam atau Badan Pengusahaan Pulau Batam dibentuk oleh pemerintah pusat pada tahun 1970-an, untuk membangun dan mengembangkan Batam sebagai kota industry, yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan seluruh NKRI. Sebelum otonomi daerah berlaku, Otorita Batam yang membangun infrastruktur di Kota Batam dengan dana dari pemerintah pusat. Sehingga setelah lebih dari 40 tahun berlalu, Batam menjelma menjadi salah satu pusat perdagangan, pariwisata dan alih kapal.

Sementara Kota Batam dibentuk berdasarkan Undang Undang 53/1999, yang mana dengan terbentuknya Kota Batam, pemerintah Kota merasa memiliki penguasaan penuh atas seluruh wilayah Batam. Sehingga akhirnya terjadi polemic, Dan pemerintah pusat memutuskan untuk menetapkan status tanah di wilayah Batam dengan status quo. Yang artinya status tanah itu dibekukan, sehingga perkembangan di sana juga relative stagnan.

“Dengan status quo ini memang menyulitkan kami untuk mendapatkan sertifikat. Karena itulah, kami berharap agar pemerintah mencabut status tersebut, dan kemudian memberikan kemudahan kepada kami untuk mengurus sertifikat,” sambung Tony.

Dan perjuangan panjang sejak di masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY), sampai saat ini memang belum menunjukkan hasil. Karena itulah, di masa pemerintahan presiden Jokowi ini, Himad Purelang kembali mengetuk hati presiden untuk memp[erhatikan nasib mereka. Dan salah satu upaya yang dilakukannya adalah dnegan menggelar aksi-aksi simpatik di sekitar tempat tinggal Jokowi di wilayah Kampung Sumber, Banyuanyar, Kota Surakarta.

“Kami berharap dnegan doa bersama di malam tahun baru ini, bisa membuka mata hati presiden Jokowi. Sebab bila hal ini dibiarkan terus berlarut-larut, bukan tidak mungkin kami sebagai penduduk awal di kepulauan itu akan tergusur oleh orang-orang berduit yang saat ini satu per satu mulai masuk, untuk menguasai Pulau rempang dan Galang. Bahkan ada salah satu pantai yaitu Pantai Melur, yang saat ini sudah dikuasai oleh seorang pengusaha keturunan dan dijaga ketat oleh tentara. Sehingga kami tidak bisa lagi masuk ke wilayah itu,” pungkas Tony.//

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel