Urgensi Museum Batik dalam Upaya Pelestarian Budaya di Kota Solo


Sejarah batik yang begitu kuat di Kota Solo, membuat keberadaan museum batik dipandang sangat penting segera dibangun di kota ini

WARTAJOGLO, Solo - Keistimewaan seni batik membuat salah satu warisan nenek moyang ini mendapat penghargaan tersendiri dari UNESCO. Yang kemudian mengilhami dimunculkannya Hari Batik Nasional. 

Namun lebih dari itu, dalam pandangan masyarakat tradisional (terutama Jawa), batik tak hanya sebatas sebuah karya seni kerajinan. Ada tradisi-tradisi filosofis yang begitu lekat dalam karya yang satu ini, yang menjadi cerminan sebuah perilaku budaya sebuah kelompok masyarakat.

Sebab dalam sebuah proses pembatikan, terutama batik tulis, akan ada serangkaian ritus yang mengawali proses pembuatannya. Hal ini tak lepas dari kandungan doa yang terselip dari tiap guratan motif yang dipilih. Yang diharapkan bisa memberi energi tersendiri bagi orang yang akan memakainya.

Ya, pola, motif dan warna dalam batik, diyakini mempunyai arti simbolik. Ini disebabkan batik pada awalnya merupakan pakaian yang dikaitkan dengan sebuah laku spiritual. Karenanya harus ada penyesuaian energi untuk dapat meningkatkan spiritualitas dari ritual yang dilaksanakan. Dan hal itu bisa diwujudkan dengan menciptakan pola-pola atau motif tertentu. Yang secara simbolis mengandung makna-makna spiritual, untuk menambah suasana religius dan magis dari sebuah ritual.

Ada makna filosofi tersendiri di balik berbagi motif batik

Bahkan kepercayaan terhadap batik-batik dengan motif tertentu, sampai saat ini masih tetap dipegang oleh sebagian masyarakat. Dan kepercayaan ini tercermin dari pengaplikasiannya pada beberapa ritus upacara tradisional di masyarakat, terutama Jawa. Yang mana antara satu ritus dengan ritus yang lain, akan mengunakan motif batik yang berbeda. Karena disesuaikan dengan makna simbolis yang berisi doa.

Namun demikian, tak dapat dipungkiri bahwa pemaknaan simbol-simbol dari sebuah motif batik, mengalami perubahan seiring perjalanan waktu. Di mana persepsi dari si pemakai batik, akan menentukan apakah sebuah kain batik masih dipandang memiliki ‘energi’ tertentu atau tidak. Sebab rasionalisasi pola pikir dari masyarakat, pada akhirnya akan semakin menggeser pola pikir tradisional.

Salah satu bentuk rasionalisasi itu adalah dengan produksi massal pada kain batik, dengan menggunakan teknologi printing. Sehingga dalam waktu singkat, bisa didapatkan kapasitas produksi yang sangat besar. Jauh berbeda dengan produksi batik secara tradisional, dengan teknik tulis.

Dan seiring pergeseran pola pikir itu, terjadi perubahan pula pada pengaplikasian motif-motif batik tertentu. Di mana beberapa motif yang sebelumnya begitu diyakini sangat sakral, kini justru bisa berubah, karena dikombinasikan dengan motif-motif lain, demi tuntutan aspek keindahan dan pasar. Sehingga pada akhirnya motif-motif baru yang muncul, tak lagi bisa diidentikkan dengan ritus-ritus tradisional tertentu di masyarakat.

Museum Batik

Namun lepas dari kondisi itu, batik tetaplah sebuah mahakarya seni yang luar biasa. Yang menjadi warisan budaya nenek moyang. Sehingga tetap harus dipertahankan. Apalagi untuk itu, berbagai even tentang batik kerap digelar, terutama saat bersamaan dengan pelaksanaan Hari Batik Nasional.

Karena begitu tingginya makna batik inilah, seorang penggiat budaya asal Kota Solo, BRM Kusumo Putro SH MH, mendesak pemerintah Kota Surakarta untuk segera mendirikan Museum Batik. Hal ini penting karena menurutnya Kota Solo adalah salah satu kota yang memiliki sejarah batik. Di mana di kota ini ada yang namanya Kampung Batik Laweyan, sebagai produsen batik sejak ratusan tahun lalu.

Kampung batik Laweyan sebagai salah satu ikon sejarah batik di Kota Solo

"Saya khawatir batik Solo hanya akan jadi kenangan dan generasi di masa mendatang tidak pernah tahu, kalau pemerintah tidak peduli. Karena itulah, saat ini keberadaan museum batik sangat penting di sini," ujar Kusumo saat ditemui di rumahnya di kawasan perumahan elit Griya Kuantan, Pabelan, Sukoharjo, Jumat (2/10) malam.

Namun demikian pria yang sedang menyelesaikan program doktoral Ilmu Hukum, di salah satu perguruan tinggi di Semarang ini mengingatkan, agar pengelolaan secara profesional perlu diperhatikan. Sebab jangan sampai kasus mangkraknya Museum Keris akan terulang.

"Kalau kita berkaca pada Museum Keris, kenapa tempat ini begitu sepi? Karena tidak dipegang oleh orang-orang yang benar-benar ahli di bidangnya. Jadi mereka tidak tahu harus berbuat apa untuk menghidupkan museum ini. Karena itulah, di museum batik nanti, semua orang yang bekerja di sana haruslah benar-benar ahli di bidangbya. Sehingga pengelolaannya menjadi profesional," lanjut ketua Forum Budaya Mataram ini.

Dengan adanya museum batik, maka upaya pelestarian seni batik sebagai warisan leluhur akan terus terjaga. Sebab di museum itu nantinya bukan hanya sebatas tempat untuk memajang karya batik. Tapi juga dilengkapi berbagai kegiatan workshop. Sehingga seluruh masyarakat bisa mendapat ilmu sekaligus pelatihan untuk ikut melestarikan seni batik.

Usulan pembangunan museum batik oleh Kusumo ini, melengkapi usulan dibangunnya gedung kesenian. Sebab sebagai kota budaya, kondisi Solo terbilang cukup memprihatinka, karena kurangnya ikon budaya. 

"Jangan pernah bicara peduli pada kebudayaan kalau infrastruktur untuk itu masih kurang. Bagaimana kita bisa peduli dengan total, kalau sarana dan prasarananya tidak mendukung. Karena itulah gedung kesenian dan museum batik perlu segera dibangun di Kota Solo," sambung pria yang juga ketua Dewan Penyelamat dan Pelestari Seni Budaya Indonesia (DPPSBI).

BRM Kusumo Putro SH MH 

Kusumo menjelaskan bahwa jangankan gedung kesenian, bahkan bangunan-bangunan yang mencerninkan kebudayaan masih sangat kurang di Kota Solo. Sebab ikon-ikon budaya masih didominasi oleh bangunan lama seperti keraton dan yang lainnya. Sementara bangunan-bnagunan baru sudah tidak mencerminkan budaya Jawa.

"Alangkah baiknya kalau misal seluruh bangunan di Kota Solo juga menerapkan ornamen-ornamen yang mencerminkan ikon budaya. Salah satu contohnya seperti pagar dan gapura Taman Sriwedari. Sehingga saat orang datang ke Solo, maka mereka akan benar-benar merasakan atmosfer budaya yang kental. Dan akan selalu tersimpan di memorinya," pungkasnya. //sik

Video Terkait:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel