Konflik Belum Usai, Keraton Surakarta Beri Gelar Bangsawan ke Ketua BPK
Mobil Ketua BPK meninggalkan Kori Kamandungan Keraton Surakarta Hadiningrat |
Ya, selain tidak menghadirkan tamu hingga ribuan orang seperti pada saat kondisi normal. Penerapan protokol kesehatan yang sangat ketat juga dilakukan. Di mana selain harus menerapkan 3M, para tamu juga harus menunjukkan hasil negatif tes swab ataupun rapid antigent.
Sinuhun sendiri tampak hadir di tengah para undangan yang duduk di Sasana Sewaka Keraton Surakarta Hadiningrat. Mengenakan pakaian kebesarannya, Sinuhun didampingi sang permaisuri yang mengenakan kebaya warna jingga.
Konflik Belum Usai, Keraton Surakarta Beri Gelar Bangsawan ke Ketua BPK https://t.co/rGYsan4s2n
— WARTAJOGLO (@wartajoglo) March 9, 2021
Sebagaimana biasanya, tarian sakral Bedaya Ketawang juga tetap digelar sebagai bagian dari rangkaian tradisi tingalan jumenengan. Yang mana sembilan orang gadis cantik berlenggak lenggok gemulai, membawakan tarian sakral itu di depan Sinuhun dan para tamu.
Ada yang menarik dari kesembilan penari itu. Demi menerapkan protokol kesehatan, tampak mereka menari sambil mengenakan face shield. Meski demikian, hal ini tidak mengganggu aksi mereka dalam berlenggak-lenggok mengikuti alunan gamelan yang dimainkan, untuk mengiringi tari Bedaya Ketawang.
Sementara itu, di luar Kori Kamandungan ratusan aparat gabungan dari TNI, Polri, Satpol PP serta Banser terlihat berjaga. Keberadaan mereka adalah untuk memastikan diterapkannya protokol kesehatan dalam acara itu. Agar tidak sampai memicu munculnya klaster baru dalam penyebaran virus Covid-19.
Selain itu, penjagaan yang terbilang ketat dilakukan karena situasi di keraton belum benar-benar tenang, imbas konflik keluarga berkepanjangan. Terlebih beberapa waktu lalu, salah seorang adik dan putri raja sempat terkunci selama 3 hari di dalam keraton. Hingga membuat gejolak akibat konflik ini muncul lagi.
Tentunya aparat keamanan tidak ingin ada masalah dalam perjalanan acara tersebut. Terlebih ada satu pejabat negara yang menjadi tamu istimewa di dalamnya. Yakni Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Agung Firman Sampurna.
Keraton Surakarta Hadiningrat selalu memberikan gelar secara berkala kepada para tokoh publik (foto: ist) |
Agung disebut-sebut mendapatkan anugerah sebuah gelar kebangsawanan dari
Keraton Surakarta. Yang mana sebuah gelar biasanya diberikan sebagai
wujud apresiasi keraton atas kiprah seseorang di masyarakat.
Namun sayangnya, kesan tertutup dalam penyelenggaraan acara ini, membuat tidak banyak informasi yang bisa didapatkan. Apalagi pihak panitia sepertinya membatasi akses media untuk bisa meliput prosesi acara di bagian dalam keraton.
Karena itulah Ketua Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta Hadiningrat, GKR Koes Moertiyah mempertanyakan ketertutupan itu. Bagi wanita yang akrab disapa Gusti Moeng ini, hal itu menunjukkan ada hal tertentu yang bersifat negatif, yang sengaja ditutupi. Agar masyarakat luar tidak tahu.
Hal ini disampaikan Gusti Moeng sebagai wujud keprihatinannya atas kondisi keraton saat ini. Di mana Sinuhun PB XIII dipandangnya sudah tidak mampu lagi untuk mengemban tugas sebagai seorang raja. Karena baginya, seorang raja harus bisa menjadi pengayom dari seluruh warga keraton.
GKR Koes Moertiyah prihatin dengan kondisi keraton |
Gusti Moeng sendiri sebagai adik dari Sinuhun PB XIII tidak mendapat undangan untuk mengikuti acara. Bahkan dia beserta seluruh anggota Lembaga Dewan Adat sudah 'dilarang' masuk ke dalam keraton sejak tahun 2017. Yang ujung-ujungnya membuat konflik di tubuh keraton penerus Dinasti Mataram Islam itu seolah tak pernah bisa berhenti.
Karena itulah Gusti Moeng juga menyoroti gelar yang dianugerahkan pihak keraton ke Ketua BPK. Baginya selama konflik di dalam keraton masih belum terselesaikan, tentu legalitas dari gelar itu perlu dipertanyakan.
"Soal legalitas saya tidak tahu. Tapi bagi saya harusnya permasalahan di tubuh keraton diselesaikan dulu sebelum kekancingan itu diberikan," imbuh wanita yang beberapa waktu lalu membuat gempar, karena sempat terkunci di dalam keraton bersama Gusti Timoer serta seorang penari. //Bang